Standard, Code, Recommended Practice, dan Specification

Dalam industri, baik dari fasa fabrikasi, konstruksi, inspeksi (post-construction maupun in-service inspection), melibatkan standard, code, recommended practice, dan specification. Contohnya adalah untuk membangun sebuah bejana tekan (pressure vessel, PV) baru (new construction) salah satu code/standard yang dipakai ASME Section VIII division 1.

Standard adalah dokumen yang berisi syarat teknik atau engineering untuk suatu produk, aktifitas (practices), metode, atau operasi.

Pengertian lain dari standard, adalah kumpulan dokumen berisikan kode (codes), sfesifikasi (specification), saran aplikasi (recommended practice), klasifikasi, dan petunjuk (guide) yang telah dipersiapkan oleh suatu institusi organisasi dan disahkan (approved) sesuai dengan prosedur yang ada.

Sedangkan code merupakan standard yang telah diadopsi oleh satu atau lebih badan pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum, atau ketika dokumen itu dipersyaratkan dalam suatu dokumen kontrak. Definisi code lainnya adalah dokumen yang berisi aturan-aturan (laws) yang disusun sistematis sebagai referensi yang mudah diikuti. Codes ini harus diikuti (mandatory) karena menyangkut kepentingan umum yang mengacu kepada kebijakan otoritas pemerintah.

Recommended practice (RP) adalah dokumen yang menyediakan tuntunan untuk melakukan suatu operasi atau fungsi. Definisi lainnya adalah “best practices” atau “guidelines” untuk metode, materials, atau praktik dengan tujuan memberikan tuntunan/guidance ke pengguna.

Specification adalah dokemen yang berisi deskripsi spesifik sebuah desain dan/atau material yang digunakan untuk membuat sesuatu (equipment). Pengertian lainnya adalah dokumen yang berisi persyaratan spesifik yang dipersyaratkan oleh suatu Code/standard.

Perbedaan Antara Code dan Standard

Dari definisi masing-masing, standard, code, RP dan specification memiliki persamaan yaitu semuanya sebagai panduan/pedoman. Perbedaannya terletak pada harus atau tidaknya dokumen tersebut diterapkan. Contoh: ASME Boiler and Pressure Vessel Code (BPVC) diadopsi menjadi hukum di semua provinsi di Kanada dan 50 negara bagian Amerika. Di Kanada dan Amerika Serikat apabila ingin membuat boiler atau pressure vessel maka wajib memakai ASME BPVC sebagai new construction code, tidak boleh code/standard lainnya. Di Indonesia ASME BPVS hanya berupa standard. Di Indonesia hukum tidak mewajibkan boiler atau pressure vessel dibuat mengikuti ASME BPVC.

Contoh penerapan code/standard

NEW CONSTRUCTION
peralatan Boiler Pressure vessel
Design / Construction code/standard ASME BPVC section I ASME BPVC section VIII
Spesifikasi material ASME BPVC section II ASME BPVC section II
Prosedur NDT (uji tak rusak) ASME BPVC section V ASME BPVC section V
Kualifikasi prosedur pengelasan (welding procedure) dan juru las (welder/welding operator) ASME BPVC section IX ASME BPVC section IX
OPERATION
Operation ASME BPVC Section VII
Performance test ASME PTC 4
POST CONSTRUCTION
In-service inspection NBIC NB-23

ASME PCC-3

EPRI CS-523

API RP 573

API 510
Fitness for service API 579/ASME FFS

EPRI CS-5208

API 579/ASME FFS

API 510

Perbaikan (repair) NBIC NB-23

ASME PCC-2

ASME Sec IX

API 510

ASME PCC-2

ASME Sec IX

Tabel 1 menunjukan penerapan standard/code pada boiler dan pressure vessel, dari tahap konstruksi (baru), operasi dan post-konstruksi.

ASME BPVC section I merupakan standard/code yang berisi aturan untuk membuat konstruksi (baru) boiler, dari desain, pemilihan material, fabrikasi, inspeksi. Dari aspek desain, komponen boiler yang bertekanan (internal pressure) harus memiliki ketebalan minimum sesuai paragraph PG-27.2. Section I mengatur spesifikasi material yang digunakan untuk membuat boiler, spesifikasi material yang terdapat pada Section II maupun standard spesifikasi lainnya. Cast iron tidak bolh dipakai sebagai nozzle atau flange yang menempel langsung ke boiler (PG-8.2.1). Section II

Section II merupakan spesifikasi material, yang boleh digunakan oleh Section I (dan ASME section III, IV, VIII dan IX). Contoh salah satu spesifikasi adalah SA213 grade T22, yaitu seamless tube terbuat dari baja paduan dengan komposisi kimia 2-1/4Cr 1Mo.

Dalam tahap fabrikasi boiler dan component-nya, terdapat inspeksi tak rusak (non-destructive test). Section I mengatur jenis inspeksi NDT yang dilakukan, dilengkap dengan kriteria penerimaannya (acceptance criteria), sedang metode dan persyaratan tiap jenis NDT diatur pada Section V.

Konstruksi boiler melibatkan kegiatan pengelasan/welding (dan juga brazing). Untuk menghasilakan hasil pengelasan yang sesuai dengan kriteria, maka prosedure pengelasan/brazing (welding/brazing procedure) dan juga juru las (welder, welding operator) harus dikualifikasi. Hal ini diatur dalam section IX.

Pada tahap operasi dan komisioning, juga tidak terlepas dari standard. Untuk pengoperasian boiler standard/code yang dijadikan panduan adalah section VII. Dalam tahap operasi dan commissioning dilakukan pengukuran unjuk kerja (performance) dari boiler, prosedur diatur dalam ASME PTC (performance test code), untuk steam generator (istiah generic unutk boiler) diatur pada ASME PTC-4.

In-service insection adalah inspeksi yang dilakukan pada peralatan (boiler, PV, tank, dan lain-lain) pada fasa post konstruksi. Saat pemakaian bukanlah hal yang tidak mungkin akibat kondisi operasi terjadi kerusakan pada peralatan. Korosi, erosi, creep, fatique, dan mekanisme kerusakan lainnya dapat terjadi. Untuk menjaga agar perlatan dapat beroperasi dengan aman maka perlu adanya inspeksi. ASME section I (aturan konstruk power boiler) dan section VIII (aturan konstruksi PV) merupakan standard/code unutk peralatan baru (new construction), bukan untuk post-construction). Standard/code yang dipakai unutk post konstruksi beberapa diantaranya ASME PCC-2 (PCC: post construction code) untuk boier, dan API 510 untuk PV.

Apabila pada in-service inspection ditemukankan indikasi cacat (defect) maka dilakukan perbaikan, yang diatur pada standard/code contohnya PCC-2 dan NBIC-23.

cacat adalah indikasi (hasil NDE) yang melebihi kriteria penerimaan. Standard/code baik new construction atau in-service mengharuskan setiap defect untuk diperbaiki. Namun karena suatu alasan (misalnya untuk mengejar target produktifitas) yang mengharuskan peralatan tidak bisa shutdown dalam jangka waktu lama, bisa saja suatu peralatan yang terdapat cacat kembali beroperasi tanpa adanya perbaikan. Tentu saja dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Metode evaluasi cacat pada peralatan untuk menentukan layak-tidaknya untuk beroperasi kembali disebut fitness-for-service (FFS), salah satu standard yang mengatur API 579/ASME FFS.

referensi:

https://www.asnt.org/MajorSiteSections/NDT-Resource-Center/Codes_and_Standards.aspx

John R. MacKay and James T. Pillow. “Power Boiler: A Guide to Section I of the ASME Boiler and Pressure Vessel Code, 2nd edition”. ASME Press. 2011

[http://www.niso.org/publications/rp/

About MechanicalBrothers

Welding Engineer, welding inspector, corrosion inspector, NDT inspector, bachelor of mechanical engineering, master of metallurgy engineering

Posted on February 18, 2019, in welding and tagged , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink. 6 Comments.

Leave a comment